Prophetic Parenting : Membentengi Kejiwaan Anak
Perubahan zaman dan teknologi yang semakin canggih seringkali mempengaruhi moral dan kepribadian seseorang, dunia yang semakin modern tak jarang menjadikan orang untuk terjerumus dan ikut andil di dalamnya, walaupun perubahan zaman tidak selalu berdampak negative, pengaruh tersebut ada pula yang positif yaitu, kita bisa lebih mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia melalui teknologi komunikasi yang canggih. Namun pada kenyataannya dampak negatif lebih mendominasi terkait ini yaitu, masuknya kebudayaan dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan norma dan nilai–nilai kita (Safaria, 2007).
Mencermati fakta di atas, sehingga dapat menyebabkan menurunnya potensi diri dalam menjalani kehidupan yang baik dan sesuai dengan sunnah Nabi. Dalam hal ini, kerap terjadi pada lingkungan keluarga karena sebagian orangtua menganggap sepele pembentukan kejiwaan pada anak, terlebih terkait sosok akhlak terpuji dari setiap anak yang semakin hari semakin hilang, hakikatnya dalam keluarga orangtua memiliki peranan penting terhadap pembentukan psikis anak agar menjadi sosok yang memiliki teladan tinggi.
Akhlak baik meliputi emosi, sifat, maupun perilaku positif tentunya tidak dibentuk begitu saja, pada dasarnya perihal psikis dapat dipengaruhi pendidikan setiap pribadi yang bersangkutan dan lingkungan yang dihadapinya, -paling tidak- meliputi : lingkungan sekolah, masyarakat dan yang paling penting adalah lingkungan keluarga, keluarga merupakan sumber pendidikan yang paling utama pada masa perkembangan anak yang harus diterapkan sejak dini, sehingga apabila dalam keluarga terjadi kesalahan dalam memberikan metode pendidikan, maka akan berakibat pada perkembangan psikis anak yang tidak baik.
Berdasarkan fitrahnya, bahwa manusia lahir dalam keadaan lemah, baik fisik maupun psikis, walaupun dalam keadaan demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih–lebih pada usia dini (Jalaludin, 1996). Sejak anak lahir, orangtua yang ditemui mereka untuk pertama kalinya, pendidikan dan pengasuhan orangtua berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, dengan demikian keluarga khususnya kepada orangtua diharapkan dapat memberikan gizi lengkap terhadap pembentukan psikis anak.
Dirasa penting untuk memberikan Pendidikan dengan pengasuhan yang baik dalam setiap jenjang atau periode perkembangan anak, hal ini karena keluarga adalah sekolah pertama bagi anak dalam mengawali kehidupannya. Menurut Teori Psikoanalisa perkembangan kepribadian seorang anak dipengaruhi dengan apa yang diterima pada masa golden age yaitu usia 0-6 tahun pertama kehidupan serta kemampuan untuk melewati setiap fase perkembangannya, pada saat anak mendapat konsep pendidikan dengan pengasuhan yang baik dan sesuai dengan anjuran Sunnah Nabi akan memberikan anak kepribadian yang baik pada saat anak tumbuh dewasa kelak.
Perkembangan merupakan suatu hal yang pasti dialami oleh manusia, baik perkembangan biologis, fisik dan mental. Periode perkembangan seorang anak dikelompokkan dalam periode dan rentang usia yaitu periode kelahiran diawali pada masa pembuahan hingga kelahiran, masa bayi yaitu kelahiran bayi hingga usia 24 bulan, masa kanak–kanak awal yaitu usia 2 tahun hingga 6 tahun, masa kanak – kanak akhir yaitu usia 6 tahun hingga 11 tahun, masa remaja (andolescence) merupakan periode perlaihan dari masa kanak–kanak akhir sekitar 11–12 tahun dan berkahir pada usia 18 – 22 tahun (Santrock, 2002).
Pada saat anak lahir ke bumi, setiap orangtua memiliki harapan yang lebih kepada anaknya, agar kelak mereka menjadi manusia yang cerdas, berkarakter dan memiliki kepribadian dengan kualitas akhlak yang baik. Dapat kita ambil satu landasan penting yang memberikan dampak positif pada jiwa anak, yaitu bertahap dan tidak memberikan sesuatu secara sekaligus. Setiap tahapan memiliki waktunya masing–masing. Shalat yang merupakan tiang agama memiliki tiga tahap bersama anak.
Tahap pertama , dimulai dari pertama kali si anak dapat berjalan dan dapat berbicara sampai usia tujuh tahun, yaitu tahapan menyaksikan, ketika si anak menyaksikan kedua orangtuanya mengerjakan shalat dan dia menirunya. Apabila kedua orangtua melatihnya untuk shalat, maka itu adalah kebaikan ganda.
Tahap Kedua, tahap perintah, dari usia tujuh tahun hingga usia sepuluh tahun, ketika kedua orangtua memerintahkan si anak untuk mengerjakan shalat.
Tahap ketiga, tahap hukuman, dari usia sepuluh tahun sampai seterusnya. Dalam tahap ini orangtua memukul anaknya apabila tidak mengerjakan shalat.
Dalam setiap langkah ini dilakukan bertahap, sehinggamemiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam jiwa anak. Karena anak laksana ranting yang masih basah, segala sesuatunya harus dilakukan setahap demi setahap. Setiap amalan tidak harus dilakukan secepatnya, harus melalui beberapa tahapan dan langkah yang direncanakan oleh kedua orangtua dan mereka harus bahu-membahu dalam melaksanakannya.