Pembentukan Pribadi yang Bermanfaat di tengah Digitalisasi

Dunia saat ini dihadapkan dengan perubahan besar-besaran. Peralihan dari zaman serba tradisional menuju serba digital, saat ini telah dilalui dan masyarakat pun berbondong-bondong untuk beradaptasi agar tidak menjadi korban arus globalisasi. Fakta ini dikuatkan dengan bukti bahwa per awal tahun 2025, sekitar 5.56 Miliar atau 67.9% dari total penduduk dunia telah menjadi bagian dari pengguna internet dan menjadi bagian dari digitalisasi.
Dewasa ini, semua aspek kehidupan bergantung pada alat elektronik yang terhubung dengan internet mulai dari proses jual beli, transportasi, proses pelayanan pemerintahan, akses kesehatan, hingga pendidikan. Digitalisasi ini membawa dampak positif seperti memudahkan dan meringankan pekerjaan termasuk dalam bidang pendidikan.
Dalam bidang pendidikan, semua orang bisa mengakses pengetahuan dan informasi dengan mudah hanya dengan satu kali tekan saja. Banyak pengetahuan yang dibagikan melalui internet, yang bahkan mungkin tidak dibagikan di bangku sekolah. Meskipun adanya digitalisasi ini membawa kemudahan, namun tetap saja keberadaannya memberikan tantangan baru yang mesti diselesaikan.
Kemudahan yang ditawarkan digitalisasi menuntun manusia untuk mengonsumsi semua hal dengan instan termasuk dalam mengonsumsi informasi. Selain mudah dalam mengakses informasi, masyarakat juga sangat mudah terbawa arus informasi. Masyarakat saat ini kerap menjadi korban arus “informasi viral” sehingga sangat mudah terpolarisasi dan tergiring opini. Bahkan, masyarakat kesulitan untuk menyaring informasi mana yang valid dan mana yang tidak di tengah-tengah arus informasi ini.
Dampak-dampak negatif dari digitalisasi ini adalah karena media sosial-tempat berkumpulnya manusia secara maya- sangat tidak terkendali. Orang-orang bisa dengan bebas mengirimkan pesan baik itu benar ataupun bohong, bernada sanjungan ataupun hinaan, sehingga tak sedikit orang-orang yang tergiring.
Bukan hanya itu saja, giringan opini ini terkadang dijadikan bisnis oleh orang-orang tak bertanggung jawab yang mengutamakan keuntungan untuk diri pribadi dan mengangkat tangan atas tanggung jawab terhadap informasi atau opini yang ia beri. Pada akhirnya, perilaku manusia banyak berubah karena adanya digitalisasi yang tidak terkendali ini.
Di tengah semua tantangan yang ada, digitalisasi perlu dibekali oleh ilmu sebagai kompas yang mengarahkan kita untuk menanggapi semua dengan bijak, kritis, dan dapat memanfaatkan digitalisasi sebaik mungkin, sebermanfaat mungkin. Dalam agama Islam, ilmu adalah sesuatu yang wajib untuk dicari bagi setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Keberadaan ilmu bukanlah sebagai pembeda kedudukan satu orang dengan orang lainnya yang menjadikan ia terlihat lebih bergaya, namun keberadaan ilmu adalah berkah yang menjadikan penuntutnya mulia karena ilmu yang dimiliki dan dibagikannya.
Sebagai makhluk ciptaan yang sempurna, Allah swt tak semata-mata memberikan manusia kebebasan untuk berfikir, dan memerintahkan manusia untuk membaca seluruh alam semesta sebagaimana firmannya yang pertama kali diturunkan dalam q.s. al-Alaq ayat 1-5 begitu saja, melainkan karena setiap yang ada di alam semesta membutuhkan kita untuk membuka cakrawala, membuka mata lebar-lebar, dan menyerap setiap pengetahuan yang ada, demi kemuliaan kita, demi pencerahan kita.
Seseorang yang menuntut ilmu, maka ilmu itu akan menuntunnya pada kebijakan dalam mengambil keputusan, kebijakan dalam menyelesaikan masalah yang ada, kebijakan dalam bersosialisasi dengan sesama, dan menjadikannya pribadi yang penuh kebermanfaatan dan penuh pertanggungjawaban.
Menjadi manusia yang bermanfaat adalah sebuah keharusan. Kehidupan yang diberikan adalah kesempatan untuk menabur apa yang akan kita tuai kelak ketika masa pertanggungjawaban tiba. Kebermanfaatan bagi sesama bukan sekedar berdampak kepada kita kelak saja. Ada banyak kebaikan yang akan kita tuai dalam waktu dekat pula ketika kita memberikan kebaikan. Kebaikan dan
Kebermanfaatan yang kita bagikan kepada orang lain adalah kebaikan dan Kebermanfaatan yang akan kita dapatkan pula entah dalam waktu yang dekat atau mendatang. Terlebih, jika seseorang ikhlas menuai kebaikan dan kebermanfaatan maka yang akan memberikan kebaikan kepadanya kembali bukanlah manusia yang penuh dengan kekurangan dan keterbatasan, melainkan Tuhan Yang Maha Esa, Allah swt, Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka setiap detik, setiap helaan nafas yang Allah berikan sebagai kesempatan untuk berbuat baik mestilah dilaksanakan sebaik mungkin. Dan untuk berbuat kebaikan dan kebermanfaatan tersebut maka seseorang juga dituntut untuk memiliki pengetahuan. Ilmu tanpa amal adalah sia-sia dan amal tanpa ilmu adalah bahaya. Begitu pula kebaikan, mesti dibarengi dengan ilmu pengetahuan.
Digitalisasi yang terjadi mesti kita manfaatkan untuk membangun Kebermanfaatan dengan kita menuntut ilmu. Digitalisasi bukanlah halangan untuk menjadi pribadi yang bermanfaat. Justru dari itu, digitalisasi adalah kesempatan untuk bermanfaat lebih besar dan lebih luas. Fakta bahwa media digital bisa menjadi sumber untuk mendapatkan ilmu tapi penggunaannya juga membutuhkan ilmu menjadi sebuah paradoks.
Meskipun begitu pada intinya adalah bagaimana kita haru meluruskan niat kita dalam menggunakan media digital. Kita mesti bisa berpegang teguh pada alasan bahwa kehidupan dalah untuk kembali kepada Tuhan, untuk penghambaan, dan untuk membawa kebaikan juga Kebermanfaatan. Dengan berpegangkan alasan tersebut maka kita bisa memanfaatkan media digital dengan baik, untuk mendapatkan pengetahuan dan ilmu yang baik, dan untuk membagikan kebaikan dan untuk memberikan kebermanfaatan pula kepada orang banyak.
---
Penulis: Lilis Yulia (Aspi 4B)